https://ejournal.atmajaya.ac.id/index.php/damianus/issue/feedDamianus Journal of Medicine2024-09-10T03:57:30+07:00Yuda Turanayuda.turana@atmajaya.ac.idOpen Journal Systems<div> <p>Damianus Journal of Medicine (DJM) is a scientific medical journal presenting the latest updates in medical and health research. <br>DJM had been published since 2002 by the School of Medicine and Health Sciences - Atma Jaya Catholic University of Indonesia.</p> <p>Damianus Journal of Medicine has been accredited <strong>Sinta 3</strong> on December 27th, 2021, by the <strong>Ministry of Research, Technology, and Higher Education Republic of Indonesia</strong> as an academic journal in <strong>Director Decree (SK Dirjen) No. 164/E/KPT/2021.</strong><br>It is now published three times per year, every April, August, and December.</p> <p>The editorial team invites researchers, practitioners, and students to write scientific developments in fields related to medicine and health.</p> </div>https://ejournal.atmajaya.ac.id/index.php/damianus/article/view/4723Penggunaan kondom pada remaja aktif seksual pra-nikah tahun 2009 di Indonesia: Analisis data sekunder2024-03-24T18:20:06+07:00Hendri Hartatihendrippkui@gmail.comIka Suswantiikasuswanti@wdh.ac.id<p><strong>Pendahuluan: </strong>Peningkatan angka kejadian penyakit infeksi menular seksual salah satunya disebabkan oleh meningkatnya perilaku remaja yang aktif secara seksual. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran penggunaan kondom pada remaja aktif seksual di Indonesia tahun 2009.</p> <p><strong>Metode: </strong>Penelitian menggunakan data sekunder dari survei kesehatan reproduksi remaja di sekolah menengah atas di 4 provinsi di Indonesia yang dilakukan pada 2008-2009 oleh PPKUI atas dukungan Rutgers WPF Indonesia. Sebanyak 2315 siswa berpartisipasi dalam studi ini melalui pengisian angket (<em>self administered questionaires</em>).</p> <p><strong>Hasil: </strong>Terkait perilaku seksual sebanyak 9% remaja laki-laki dan 3,7% remaja perempuan menyatakan pernah melakukan hubungan seksual, dengan usia pertama kali melakukan hubungan seksual adalah 14,9 tahun. Penelitian kami menunjukkan 1,9% responden menggunakan kondom saat pertama kali hubungan seksual. Sementara, terkait sikap remaja terkait penggunaan kondom, 60% remaja di antaranya setuju penggunaan kondom dapat mencegah penyakit infeksi menular seksual, 60% remaja juga menyatakan adanya intensi menggunakan kondom kembali saat melakukan hubungan seks berikutnya. </p> <p><strong>Simpulan: </strong>Hubungan seks pranikah di kalangan remaja sekolah ditemukan meningkat, namun hanya sepertiga yang menggunakan kondom. Potensi penggunaan kondom di kalangan remaja tercermin melalui sikap positif terhadap manfaat penggunaan kondom untuk mencegah infeksi menular seksual. Selain itu, lebih dari separuh remaja yang pernah menggunakan kondom mempunyai niat untuk menggunakan kondom pada hubungan seksual berikutnya.</p>2024-04-30T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Damianus Journal of Medicinehttps://ejournal.atmajaya.ac.id/index.php/damianus/article/view/5208Efficacy and safety analysis of scleral fixation intraocular lens implantation using the Yamane technique2024-04-19T06:20:49+07:00Stephanus Anggarastephanus.anggara@gmail.comSiskadr.siska821@gmail.comI Wayan Jayanegarawgjaya999@gmail.comPutu Dian Megasafitridian.megasafitri@gmail.comNi Made Kartika Rahayukartikarahayu7@gmail.com<p><strong>Introduction: </strong>Cataract surgery technologies continue to manage complications. Current surgical methods for secondary Intra Ocular Lens (IOL) include Anterior Chamber IOL, Iris Claw IOL, and sutured and sutureless techniques of Scleral Fixation IOL (SFIOL). The Yamane technique of SFIOL is a novel, relatively safe, and easy method of sutureless SFIOL. This study aims to describe and analyze the surgical outcomes and complications of the Yamane IOL implantation technique.</p> <p><strong>Methods: </strong>A retrospective study of 21 eyes of 21 patients that underwent scleral fixation of IOL by the Yamane technique was observed. Demographic data, primary indications for surgery, best corrected visual acuity (BCVA), intraocular pressure (IOP) pre-operative and post-operative during follow-up, and complications were also analyzed.</p> <p><strong>Results: </strong>Twenty-one patients were included, with an average age of 52.57±23.41 years old. Eleven eyes with lens subluxation (52.4%), 9 eyes with aphakia (42.9%), and 1 eye with phacodonesis (4.8%) were indicated for the Yamane technique of SFIOL in this study. The preoperative mean BCVA was 2.2±0.9 LogMAR, while the 1-month postoperative BCVA was 1.1±0.9 LogMAR. The mean preoperative IOP was 15.81±6.7 mmHg, and the 1-month postoperative IOP was 16.00±7.7 mmHg. This study found that there was a significant improvement in BCVA with p=0.00 (p<0.05), and there was no significant postoperative IOP spike with p=0.88 (p<0.05). The main complications observed in this study were corneal edema (23.8%) and postoperative IOP spike (14,3%).</p> <p><strong>Conclusion: </strong>The Yamane SFIOL technique is a relatively safe approach for the surgical management of patients who need secondary IOL implantation with significantly improved visual function without significant complications.</p>2024-04-30T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Damianus Journal of Medicinehttps://ejournal.atmajaya.ac.id/index.php/damianus/article/view/3074Hubungan tingkat aktivitas fisik terhadap tingkat kecemasan mahasiswa fakultas teknik selama pandemi COVID-192022-01-10T13:19:54+07:00Ludwieg Angelo Irwan Sirandeirwan2599@gmail.comIrene Ireneirene.irene@atmajaya.ac.idMahaputra Mahaputramahaputra@atmajaya.ac.idEva Suryanieva.suryani@atmajaya.ac.id<p><strong>Pendahuluan: </strong>Aktivitas fisik diketahui sebagai salah satu metode untuk meningkatkan kesehatan mental. Namun, munculnya pandemi COVID-19 menyebabkan pengurangan frekuensi aktivitas fisik. Banyak literatur yang telah membahas mengenai hubungan aktivitas fisik terhadap gangguan cemas, namun penelitian tersebut belum pernah dilakukan pada mahasiswa fakultas teknik di Indonesia.</p> <p><strong>Metode: </strong>Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan jumlah sampel 101 mahasiswa Fakultas Teknik Unika Atma Jaya angkatan 2018-2020. Alat ukur yang digunakan adalah <em>International Physical Activity Questionnaire </em>(IPAQ) <em>long form </em>Bahasa Indonesia dan kuesioner <em>Generalized Anxiety Disorder 7-item </em>(GAD- 7). Analisis data menggunakan uji Kruskall Wallis diikuti dengan uji analisis <em>post-hoc</em> Dunn-Bonferroni dan uji korelasi Spearman.</p> <p><strong>Hasil: </strong>Sebanyak 46 mahasiswa (45,55%) mencapai tingkat aktivitas fisik sedang dan sebanyak 41 orang (40,59%) tidak mengalami gangguan cemas. Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat aktivitas fisik dan tingkat gangguan cemas (p=0,004). Ditemukan korelasi lemah negatif yang signifikan antara tingkat aktivitas fisik dan tingkat gangguan cemas (p=0,033; r=-0,213)</p> <p><strong>Simpulan: </strong>Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat aktivitas fisik dan tingkat gangguan cemas pada mahasiswa Fakultas Teknik Unika Atma Jaya angkatan 2018-2020, dengan korelasi lemah negatif yang signifikan.</p>2024-04-30T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Damianus Journal of Medicinehttps://ejournal.atmajaya.ac.id/index.php/damianus/article/view/4559Uji coba modul yoga untuk mengatasi insomnia ringan-sedang pada mahasiswa kedokteran preklinik2023-07-10T08:34:04+07:00Lilislilis@atmajaya.ac.idGrace Angelica Kodratagraceakodrata@gmail.comAstri Parawita Ayuastri.parawita@atmajaya.ac.idAngela Shinta Dewi Amitaangela.shinta@atmajaya.ac.id<p><strong>Pendahuluan: </strong>Insomnia adalah gangguan tidur yang paling umum terjadi. Gejalanya dapat berupa sulit untuk tertidur, sering terbangun pada malam hari dan tidak dapat tertidur kembali, bangun terlalu dini, atau bangun dengan kondisi kurang segar. Mahasiswa kedokteran merupakan salah satu kelompok yang rentan untuk memiliki insomnia. Kualitas tidur yang buruk dapat mengganggu kinerja kognitif dan motorik. Yoga dilaporkan dapat memberikan efek relaksasi sehingga dapat mengurangi gejala insomnia. Uji coba modul ini mengetahui pengaruh yoga terhadap insomnia tingkat ringan-sedang pada mahasiswa kedokteran.</p> <p><strong>Metode: </strong>Studi ini merupakan uji coba modul dengan menggunakan kelompok studi dan kelompok kontrol. Total partisipan ada 16 orang yang memenuhi kriteria penelitian. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner <em>Insomnia Severity Index</em> (ISI) untuk mengukur derajat insomnia dan 17 pertanyaan mengenai modul yoga. Intervensi latihan yoga dilakukan selama 8 minggu. Analisis data menggunakan uji-t berpasangan untuk mengetahui perubahan rerata skor ISI sebelum dan sesudah intervensi.</p> <p><strong>Hasil: </strong>Uji statistik menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara rerata skor ISI <em>pre-intervention</em> dan <em>post-intervention</em> (p<0,001) pada kelompok studi. Modul yoga juga dapat diikuti dengan baik oleh partisipan.</p> <p><strong>Simpulan: </strong>Penelitian ini mengindikasikan bahwa latihan yoga berdasarkan modul yang telah disusun dapat mengurangi gejala insomnia pada mahasiswa kedokteran. Modul yoga juga dapat diikuti dengan baik oleh partisipan.</p>2024-04-30T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Damianus Journal of Medicinehttps://ejournal.atmajaya.ac.id/index.php/damianus/article/view/4562Penurunan kadar malondialdehid (MDA) pada tikus putih jantan hiperlipidemia oleh pemberian ekstrak etanol bajakah tampala2023-07-13T10:25:41+07:00Richie Joneririchie.201906000201@student.atmajaya.ac.idJojor Lamsihar Manalujojor.lamsihar@atmajaya.ac.idRita Dewirita.dewi@atmajaya.ac.idZita Arieseliazita.arieselia@atmajaya.ac.id<p><strong>Pendahuluan</strong>: Penyebab kematian tertinggi di Indonesia adalah stroke dan penyakit jantung koroner. Salah satu faktor risiko adalah hiperlipidemia. Hiperlipidemia berisiko menyebabkan aterosklerosis. Stres oksidatif telah terbukti berperan pada hiperlipidemia dan aterosklerosis. Salah satu biomarker untuk menentukan stres oksidatif adalah malondialdehid (MDA). Penggunaan antioksidan dapat mengurangi kerusakan yang diakibatkan oleh radikal bebas. Bajakah tampala adalah tanaman yang mengandung berbagai metabolit sekunder yaitu flavonoid, fenol, tanin, dan saponin. Metabolit sekunder tersebut berperan sebagai antioksidan dan memiliki efek hipolipidemik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas dari ekstrak bajakah tampala dalam pengobatan penyakit hiperlipidemia.</p> <p><strong>Metode</strong>: Penelitian ini adalah studi eksperimental <em>in vivo</em> terhadap tikus dengan metode <em>pre-test </em>dan <em>post-test</em>. Sampel penelitian adalah 12 ekor tikus putih jantan <em>Sprague-Dawley </em>yang sehat dan tidak cacat berusia 8 minggu dengan berat badan ±200 gram. Tikus diinduksi hiperlipidemia selama 21 hari. Setelah itu, kelompok pertama diberikan ekstrak bajakah tampala dan kelompok kedua diberikan simvastatin selama 21 hari. Nilai absorbansi sampel campuran serum dengan reagen MDA <em>assay kit</em> pada panjang gelombang 450 nm, 532 nm, dan 600 nm diukur menggunakan metode spektrofotometri. Kadar MDA dihitung dengan rumus menggunakan nilai absorbansi tersebut. Data dianalisis dengan menggunakan uji T berpasangan dan uji T tidak berpasangan.</p> <p><strong>Hasil</strong>: Hasil menunjukkan penurunan yang signifikan pada rerata kadar MDA tikus putih jantan hiperlipidemia yang diberikan ekstrak bajakah tampala (p<0,05). Tidak terdapat perbedaan rerata penurunan kadar MDA yang signifikan antara yang diberikan ekstrak bajakah tampala dengan simvastatin (p>0,05).</p> <p><strong>Simpulan</strong>: Pemberian ekstrak bajakah tampala terbukti efektif dalam menurunkan kadar MDA pada tikus putih jantan hiperlipidemia.</p>2024-04-30T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Damianus Journal of Medicinehttps://ejournal.atmajaya.ac.id/index.php/damianus/article/view/5409Risiko maternal terkait gizi dan hubungannya dengan pertambahan berat badan selama hamil 2024-05-20T17:09:08+07:00Ardesy Melizah Kurniatiardesy.gizi@fk.unsri.ac.idRadiyati Umi Partanradiyati.u.p@fk.unsri.ac.idPeby Maulina Lestaripeby_faris@yahoo.comIche Andriyani Libertyicheandriyaniliberty@fk.unsri.ac.id<p><strong>Pendahuluan:</strong> Pertambahan berat badan selama kehamilan yang ideal diharapkan dapat mendukung persalinan yang aman. Status gizi ibu prakehamilan menjadi acuan dalam menentukan pertambahan berat badan yang ideal di setiap trimester kehamilan. Asupan gizi yang adekuat, terutama asupan energi dan protein, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan ini. Status gizi prakehamilan dan asupan gizi yang tidak mencukupi merupakan risiko maternal yang harus dipantau. Penelitian ini memiliki tujuan utama untuk menganalisis hubungan antara status gizi ibu prakehamilan dan asupan energi-protein dengan pertambahan berat badan pada ibu hamil di Kecamatan Gandus.</p> <p><strong>Metode: </strong>Penelitian ini memiliki desain cross-sectional menggunakan data primer. Ibu hamil trimester 2 dan 3 dengan kehamilan janin tunggal yang menghadiri kegiatan skrining kesehatan di Balai Kecamatan Gandus Palembang, memiliki data berat badan sebelum hamil, dan bersedia berpatisipasi direkrut sebagai responden penelitian. Responden menjalani pengukuran antropometri dan wawancara asupan energi-protein 1 bulan terakhir menggunakan formulir SQ-FFQ. Data dianalisis menggunakan Chi-Square (alternatif Fisher/Kolmogorov-Smirnov).</p> <p><strong>Hasil: </strong>Sebanyak enam puluh ibu hamil berpartisipasi, sebagian besar berada pada rentang usia reproduktif, masa kehamilan trimester 3, dan beraktivitas sebagai ibu rumah tangga. Status gizi sebelum hamil sebagain besar berada pada berat badan lebih/obes dan tidak ditemukan status gizi kurang. Pertambahan berat badan ibu sebagian besar tidak memenuhi rekomendasi, demikian pula dengan asupan energi-protein. Terdapat hubungan bermakna antara status gizi prakehamilan dan pertambahan berat badan selama hamil (p=0,014). Tidak terdapat hubungan antara asupan energi maupun protein dengan pertambahan berat badan selama hamil.</p> <p><strong>Simpulan: </strong>Status gizi prakehamilan berhubungan dengan pertambahan berat badan selama hamil, sebaliknya asupan energi-protein tidak berhubungan.</p>2024-05-31T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Damianus Journal of Medicinehttps://ejournal.atmajaya.ac.id/index.php/damianus/article/view/3701Gangguan perkembangan koordinasi pada anak sekolah dasar saat pandemi COVID-19: Studi komparatif perawakan pendek dan normal2022-09-04T07:01:22+07:00Kevin Gunawankevin_whd71@yahoo.comJunita Elvirajunita.elvira@atmajaya.ac.idHadiyanto Hadiyantohadiyanto@atmajaya.ac.idEdward Surjonoedward.surjono@atmajaya.ac.id<p><strong>Pendahuluan: </strong>Gangguan perkembangan koordinasi (GPK) merupakan gangguan <em>neurodevelopmental</em> pada anak, berupa defisit keterampilan motorik kasar dan halus. Anak dengan perawakan pendek sering mengalami berbagai masalah <em>neurodevelopmental</em>. Di Indonesia, belum ada penelitian secara spesifik membahas atau mengetahui mengenai GPK pada anak perawakan pendek dan normal. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran GPK pada anak perawakan pendek dan perbandingannya dengan anak perawakan normal.</p> <p><strong>Metode: </strong>Penelitian potong lintang dilakukan pada 172 anak sekolah dasar usia 6 – 8 tahun di Kota Cirebon. Pengambilan sampel menggunakan metode <em>consecutive sampling</em>. Penilaian GPK dinilai berdasarkan kuesioner <em>DCDQ</em> 2007 dan <em>DCDDaily-Q</em> terjemahan Bahasa Indonesia. Uji statistik menggunakan IBM SPSS ver 22.</p> <p><strong>Hasil: </strong>Jumlah proporsi GPK berdasarkan kuesioner <em>DCDQ</em> 2007 dan <em>DCDDaily-Q</em> yaitu 11,0% (n=19). Kejadian GPK pada anak perawakan pendek ditemukan lebih banyak dibandingkan anak perawakan normal (14,1% vs 8,9%). Hasil uji analisis didapatkan adanya perbedaan yang bermakna antar kedua kelompok pada rerata mean skor variabel performa (p=0,040) dan pembelajaran aktivitas motorik (AM) (p=0,035) pada subjek penelitian dengan GPK.</p> <p><strong>Simpulan: </strong>GPK lebih banyak ditemukan pada anak dengan perawakan pendek, terutama dengan defisit variabel performa dan pembelajaran AM. Deteksi dini perkembangan motorik anak sangat diperlukan, terutama saat pandemi COVID-19.</p>2024-04-30T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Damianus Journal of Medicinehttps://ejournal.atmajaya.ac.id/index.php/damianus/article/view/3756Tingkat pengetahuan dokter lulusan baru mengenai neuropati diabetika2022-10-05T06:35:30+07:00Maxmillion Budiman Kadharmestanmaxmillion.bk@gmail.comErfen Gustiawan Suwangtoerfen.gustiawan@atmajaya.ac.idJimmy Fransisco Abandita Barusjimmy.barus@atmajaya.ac.id<p><strong>Pendahuluan: </strong>Neuropati diabetika merupakan salah satu komplikasi mikrovaskular diabetes melitus (DM) yang paling sering ditemukan di praktik layanan primer. Menurut <em>International Diabetes Federation</em> (IDF), kurang dari satu pertiga dokter dapat mengenali tanda-tanda neuropati diabetika. Oleh karena itu, tingkat pengetahuan dokter mengenai neuropati diabetika yang akan berpraktik di fasilitas layanan kesehatan primer merupakan suatu hal yang penting untuk dibahas dan ditelusuri.</p> <p><strong>Metode: </strong>Tingkat pengetahuan diukur menggunakan sebuah kuesioner yang dirancang oleh peneliti dan diisi secara daring oleh responden. Kuesioner divalidasi oleh dua dokter spesialis neurologi dan <em>pilot study</em> dilakukan untuk menguji reliabilitas kuesioner. Perbaikan kuesioner dilakukan sesuai dengan masukan dan saran dari kedua peninjau kuesioner dan juga dari hasil <em>pilot study</em>.</p> <p><strong>Hasil: </strong>Didapatkan 53,8% responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai neuropati diabetika. Median nilai yang diperoleh responden adalah 80. Hasil analisis nonparametrik menggunakan uji Mann-Whiteney U untuk mengetahui hubungan antara <em>tahap internship</em>, jenis kelamin, memiliki kerabat atau anggota keluarga yang mengetahui atau memiliki riwayat neuropati diabetika, dan pengalaman mengikuti pelatihan atau seminar mengenai neuropati diabetika terhadap tingkat pengetahuan dokter lulusan baru menghasilkan nilai p sebesar 0,302, 0,678, 0,801, dan 0,951 secara berurutan. Hasil uji Kruskal Wallis untuk mengetahui hubungan tahun kelulusan terhadap tingkat pengetahuan neuropati diabetika menghasilkan nilai p sebesar 0,629.</p> <p><strong>Simpulan: </strong>Mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai neuropati diabetika dan faktor-faktor yang dianalisis pada studi ini tidak berhubungan dengan tingkat pengetahuan responden mengenai neuropati diabetika.</p>2024-04-30T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Damianus Journal of Medicinehttps://ejournal.atmajaya.ac.id/index.php/damianus/article/view/4969Efektivitas terapi latihan peregangan dalam manajemen osteoartritis lutut2024-04-19T05:43:49+07:00Oktavianus Marcianooktavianus.marciano@gmail.comNelson Sudiyononelson.sudiyono@atmajaya.ac.id<p><strong>Pendahuluan: </strong>Terapi latihan peregangan merupakan terapi utama dan mudah dilakukan untuk osteoartritis lutut, penyebab utama disabilitas dan nyeri di dunia. Saat ini, standar pemberian terapi dan efeknya pada osteoartritis lutut masih bervariasi. Tinjauan pustaka ini bertujuan merangkum efektivitas terapi latihan peregangan terhadap penanganan osteoartritis lutut.</p> <p><strong>Metode: </strong>Artikel ini menggunakan tinjauan pustaka dari berbagai literatur artikel penelitian mengenai efektivitas latihan peregangan terhadap osteoartritis lutut.</p> <p><strong>Hasil:</strong> Latihan peregangan dapat dilakukan sebagai latihan tunggal ataupun bersamaan dengan latihan lainnya. Latihan ini memberikan efek penurunan nyeri, peningkatan lingkup gerak sendi, dan penurunan disabilitas. Efek-efek tersebut dinilai dengan instrumen <em>Visual Analog Scale </em>(VAS), pemeriksaan lingkup gerak sendi dengan goniometer, <em>Knee Injury and Osteoarthritis Outcome Score </em>(KOOS), Western Ontario and McMaster University Osteoarthritis Index (WOMAC), dan <em>Lequesne’s Index</em>. Peregangan dapat dilakukan secara bervariasi dengan target otot utama adalah kuadrisep dan hamstring selama 15-30 detik, empat sampai sepuluh kali repetisi, dengan frekuensi setiap hari hingga tiga kali seminggu dalam bentuk teknik peregangan statis atau <em>proprioceptive neuromuscular facilitation </em>(PNF). Hasil yang signifikan sudah dapat terlihat dalam enam minggu hingga tiga bulan.</p> <p><strong>Simpulan:</strong> Latihan peregangan menunjukkan efek yang baik dalam menurunkan nyeri, meningkatkan lingkup gerak sendi, menurunkan disabilitas, dan meningkatkan kualitas hidup, terutama latihan menggunakan metode peregangan PNF.</p>2024-04-30T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Damianus Journal of Medicinehttps://ejournal.atmajaya.ac.id/index.php/damianus/article/view/4231Sindrom Gitelman dengan manifestasi paralisis hipokalemia pada wanita hamil2023-09-05T07:26:30+07:00Marcella Adisuhantomarcella.adisuhanto@atmajaya.ac.idYudistira Panji Santosayudistira.santosa@atmajaya.ac.idArif Sejatiarif.sejati@atmajaya.ac.idMutiara Rianimutiara.riani@atmajaya.ac.idMario Steffanusmario.steffanus@atmajaya.ac.idAngelina Yuwonoangelina.yuwono@atmajaya.ac.idJennifer Wiranathajennife.2016060102@student.atmajaya.ac.idAdrian Surya Cendanaadrian.2016060104@student.atmajaya.ac.idMaria Riastuti Iryaningrummaria.iryaningrum@atmajaya.ac.id<p><strong>Pendahuluan: </strong>Sindrom Gitelman merupakan kondisi tubulopati kehilangan garam yang ditandai dengan alkalosis metabolik dengan hipokalemia, hipomagnesemia, dan hipokalsiuria. Kasus sindrom Gitelman pada kehamilan jarang dipublikasikan hingga saat ini.</p> <p><strong>Laporan Kasus: </strong>Seorang wanita berusia 23 tahun pada kehamilan ketiga dengan usia gestasi 21 minggu datang dengan kelemahan pada kedua tungkai dan kekakuan pada kedua tangan, kemudian terdiagnosis dengan sindrom Gitelman (SG). Pasien memiliki riwayat emesis gravidarum dan defek septum atrium (DSA). Pada pemeriksaan neurologis didapatkan penurunan kekuatan motorik pada kedua tungkai. Pemeriksaan elektrolit menunjukkan adanya hiponatremia, hipokalemia, hipokalsemia, dan hipomagnesemia, serta terdapat peningkatan kadar natrium, kalium, dan klorida pada urin. Ekokardiografi menunjukkan adanya defek septum atrium sekundum dengan <em>left-to-right shunt</em>. Selama perawatan, pasien diberikan natrium, kalium, kalsium, dan magnesium secara intravena yang kemudian dilanjutkan secara oral. Pasien kemudian melahirkan bayi yang sehat dan tidak ditemukan komplikasi selama dan sesudah persalinan. Dua bulan setelah persalinan, pasien kontrol ke poliklinik penyakit dalam dan kondisinya stabil dengan dosis suplementasi kalium yang diturunkan.</p> <p><strong>Diskusi: </strong>Pasien dengan SG mengalami gangguan dalam kon-servasi kadar kalium dan magnesium. Kondisi ini dapat diperburuk dengan perubahan fisiologis yang terjadi selama kehamilan, meliputi ekspansi volume serta meningkatnya aliran darah ke ginjal dan laju filtrasi glomerulus, yang berkontribusi terhadap hipo-kalemia. Selain itu, terdapat peningkatan kebutuhan kalium dan magnesium pada populasi ibu hamil. Efek protektif yang menurun juga semakin memperburuk penurunan kadar kalium dan magnesium.</p> <p><strong>Simpulan: </strong>Diagnosis dan tatalaksana yang baik dapat membantu ibu hamil dengan SG dan DSA menjalani persalinan dengan lancar dan melahirkan bayi yang sehat.</p>2024-04-30T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Damianus Journal of Medicine