https://ejournal.atmajaya.ac.id/index.php/gloriajustitia/issue/feedGloria Justitia2025-01-17T07:45:53+07:00Natalia Yeti Puspitanatalia.yp@atmajaya.ac.idOpen Journal Systems<p>Jurnal Gloria Justitia adalah jurnal akademik untuk publikasi hasil pemikiran konseptual maupun hasil penelitian di bidang hukum dengan kekhususan pada topik/isu ranah hukum publik dari akademisi, praktisi maupun mahasiswa hukum. Jurnal ini diterbitkan setahun dua kali Edisi Mei dan November oleh Fakultas Hukum Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.</p> <p>E-ISSN <a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/20220111101025422">2827-7821</a></p> <p>P-ISSN <a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/20211214570146044">2809-4514</a></p>https://ejournal.atmajaya.ac.id/index.php/gloriajustitia/article/view/6434TINJAUAN PENGENAAN BEA MASUK DAN PAJAK IMPOR BARANG KIRIMAN BELANJA ONLINE2025-01-14T07:26:20+07:00Adeline Melaniadeline.melani@atmajaya.ac.idEddie I. Doloksaribueddie.ds@atmajaya.ac.id<p>Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, telah menambah pola transaksi perdagangan di masyarakat, semula hanya kegiatan perdagangan luring (offline) dengan bertransaksi tatap muka secara konvensional yang kemudian bertambah dengan kegiatan perdagangan secara daring (<em>online</em>). Pertumbuhan dan perkembangan perdagangan daring tidak hanya menyasar pasar dalam negeri, juga menyasar pasar luar negeri. Perkembangan ini membawa konsekuensi hukum bagi pemerintah Indonesia, untuk mulai mengaturnya termasuk menerapkan aturan terkait kepabeanan, cukai, dan pajak impor dan ekspor atas barang kiriman. Pemberlakuan aturan ini dalam praktik, perlu ditelaah lebih lanjut, yaitu apakah penerapannya sudah dilaksanakan sesuai prinsip dan aturan yang berlaku, siapa saja yang bertanggung jawab pada bea masuk yang terutang atas barang impor dan bagaimana jika pada saat dilaksanakannya pemeriksaan barang impor oleh instansi yang berwenang, diketahui ada kekurangan atau kelebihan dari manifes barang serta perlindungan hukum bagi masyarakat jika terlibat sengketa pajak dan atau bea masuk tersebut. Metode penelitian ini adalah yuridis normatif, dengan pendekatan berdasarkan bahan hukum primer termasuk menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini serta pelaksanaan di lapangan. Ketentuan pemerintah yang diberlakukan, tidak dibahas secara rinci karena aturan tersebut telah dibuat dengan tujuan menambah penerimaan negara dan melindungi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Namun kurangnya sosialisasi kepada Masyarakat sering kali menimbulkan pemahaman multitafsir yang dapat berujung pada sengketa dan yang memerlukan proses penyelesaian sengketa tersendiri.</p>2024-11-30T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Gloria Justitiahttps://ejournal.atmajaya.ac.id/index.php/gloriajustitia/article/view/6119KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 2024-11-14T14:29:01+07:00Edy Nugrohoedi.nugroho@atmajaya.ac.idNugroho Adipradananugroho.adipradana@atmajaya.ac.id<p>Korupsi dapat mengakibatkan kerugian bagi negara dan masyarakat/rakyat, para pelaku tindak pidana korupsi pada umumnya mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan menerima sanksi pidana berupa pidana pokok dan pidana tambahan. Namun menjadi persoalan bagaimana pertanggungjawaban pelaku tindak pidana korupsi terhadap korbannya yaitu negara dan khususnya masyarakat/rakyat. Oleh karena itu perlu ada kebijakan untuk mengurangi penderitaan korban (masyarakat/rakyat) dengan memberikan restitusi atau kompensasi. Pasal 35 <em>United Nations Convention Against Corruption </em>mengatur dapat diberikannya kompensasi, dan Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 40/34, 29 November 1985, yang mengadopsi <em>Declaration of Basic Principles of Justice for Victims of Crime and Abuse of Power</em> mengatur dapat diberikannya restitusi bagi korban tindak pidana. Restitusi lebih tepat untuk dipilih dibandingkan kompensasi, khususnya tipe <em>monetary-community restitution</em> atau tipe<em> servive-community restitution</em> jika korban tindak pidana korupsi lebih bersifat kolektif, dan tipe <em>monetary-victim restitution</em> jika korbannya tunggal. Apabila kebijakan pemberian restitusi bagi korban tindak pidana korupsi akan diterapkan, maka perlu diatur dalam peraturan perundang-undangan agar memiliki landasan hukum jelas.</p>2024-11-30T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Gloria Justitiahttps://ejournal.atmajaya.ac.id/index.php/gloriajustitia/article/view/6440PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENAMBANGAN NIKEL2025-01-15T04:20:48+07:00Paulus Wisnu Yudhoprakosopaulus.wisnu@atmajaya.ac.idYanti Fristikawatiyanti.fristikawati@atmajaya.ac.id<p>Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya termasuk sumber daya mineral seperti Timah, Batubara dan Nikel. di mana saat ini nikel menjadi salah satu sumber daya mineral yang banyak dibutuhkan sebagai bahan untuk pembuatan battery baik untuk kendaraan Listrik maupun keperluan lainnya. Dalam aturan yang ada saat ini izin penambangan nikel dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat, di mana sebelumnya izin penambangan skala tertentu dapat dikeluarkan oleh Bupati. Namun walaupun Pemerintah Daerah (PEMDA) tidak mengeluarkan izin, tetapi PEMDA mempunyai tugas untuk mengawasi kegiatan penambangan nikel termasuk menindaklanjuti bila ada laporan dari Masyarakat terkait kerusakan lingkungan yang merugikan Masyarakat. Masalah yang akan dikaji adalah bagaimana peranan PEMDA terkait penambangan nikel. Masalah izin penambangan akan terkait dengan kewajiban pengusaha untuk menaati aturan yang ada termasuk aturan tentang perlindungan lingkungan. Beberapa aturan yang ada telah mengatur tentang peranan PEMDA baik terkait masalah minerba maupun masalah perlindungan lingkungan, namun pelaksanaannya masih belum maksimal karena ternyata beberapa pengusaha tidak melaksanakan kewajibannya.</p>2024-11-30T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Gloria Justitiahttps://ejournal.atmajaya.ac.id/index.php/gloriajustitia/article/view/6053BLOCKCHAIN SEBAGAI SOLUSI UNTUK MENGATASI KORUPSI EKSPOR-IMPOR2024-10-20T19:34:06+07:00Dwi Fitrianadfitriana89@gmail.comAlbert Fajar Yuga Yusdi Putraalbert.12024002853@student.atmajaya.ac.id<p>Indonesia, sebagai negara dengan potensi besar dalam sektor ekspor-impor, sering menghadapi tantangan serius terkait korupsi dan penipuan yang menghambat efisiensi dan transparansi. Meskipun terdapat banyak regulasi yang mengatur perdagangan internasional, celah dalam sistem pengawasan dan birokrasi yang kompleks sering kali dimanfaatkan oleh oknum untuk melakukan tindakan korupsi. Korupsi dalam proses ekspor-impor, seperti yang terjadi dalam kasus ekspor nikel dengan kerugian negara sebesar Rp 300 triliun, menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap ekonomi dan reputasi negara. Dalam konteks ini, teknologi <em>blockchain</em> hadir sebagai solusi potensial yang dapat meningkatkan transparansi dan keamanan proses ekspor-impor. <em>Blockchain</em> menawarkan sistem pencatatan data yang terdesentralisasi, transparan, dan tidak dapat diubah, sehingga memungkinkan setiap transaksi dalam proses ekspor-impor dapat diaudit dengan mudah. Teknologi ini juga memungkinkan penerapan <em>smart-contracts</em> yang secara otomatis mengeksekusi perjanjian ketika syarat tertentu terpenuhi, mengurangi peluang manipulasi data dan penyuapan. Dengan mengadopsi teknologi <em>blockchain</em>, Indonesia dapat memperkuat pengawasan terhadap kegiatan ekspor-impor dan mencegah praktik korupsi serta penipuan yang merugikan negara. Implementasi <em>blockchain</em> dalam rantai pasok global telah terbukti sukses di beberapa negara, seperti China, yang menggunakan VeChain untuk meningkatkan efisiensi dan kepercayaan dalam proses perdagangan<em>.</em></p>2024-11-30T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Gloria Justitiahttps://ejournal.atmajaya.ac.id/index.php/gloriajustitia/article/view/5934IMPLEMENTASI HAK ATAS KESEHATAN BAGI TERSANGKA TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI KEPOLISIAN RESOR MANOKWARI2024-09-10T09:10:07+07:00Anselmus Ganggas Naraputrakaganggasnaraputraka@gmail.com<p>Kesehatan merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang merupakan kebutuhan dasar manusia, karena tanpa kesehatan, kehidupan menjadi tidak bermakna. Oleh karena itu, setiap warga negara berhak mendapatkan akses kesehatan untuk mengetahui kondisi kesehatannya dan mendapatkan layanan kesehatan yang layak. Ini juga berlaku bagi tersangka tindak pidana narkotika yang harus mendapatkan hak atas kesehatan yang memadai. Penelitian ini secara khusus membahas tentang implementasi hak atas kesehatan bagi tersangka tindak pidana narkotika di Kepolisian Resor Manokwari, Papua Barat. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris. Data primer diperoleh melalui observasi di Kepolisian Resor Manokwari dan wawancara dengan Kapolres, Kasat Narkoba, dan Kasat Tahanan dan Barang Bukti (Satahti) Polres Manokwari. Penerapan pemenuhan hak atas kesehatan bagi tersangka tindak pidana narkotika di Polres Manokwari sudah berjalan dengan baik, namun masih terdapat kendala seperti terbatasnya jumlah personel kesehatan dan belum memadainya sarana prasarana kesehatan.</p>2024-11-30T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Gloria Justitiahttps://ejournal.atmajaya.ac.id/index.php/gloriajustitia/article/view/5855URGENSI PERJANJIAN PERBATASAN LAUT ANTARA INDONESIA DAN TIMOR LESTE DI TINJAU DARI HUKUM LAUT INTERNASIONAL2024-08-11T17:21:10+07:00Delfin Soaressoaredelfin0879@gmail.com<p>Pemerintah Indonesia dan Timor Leste Mendesak agar membuat perjanjian batas laut sesuai dengan UNCLOS 1982 dan sampai saat ini permasalahan batas maritim antara Indonesia dan Timor-Leste belum ada kesepakatan yang jelas maka Berdasarkan UNCLOS 1982 apabila batas maritim masuk ke dalam wilayah kedaulatan negara, maka prinsip yang dipergunakan adalah prinsip sama jarak (<em>equidistance</em>). Kedua, tidak adanya wewenang yang jelas dalam pengelolaan perbatasan Indonesia sehingga kondisi perbatasan Indonesia saat ini terutama dari sisi stabilitas keamanan belum kondusif. Berdasarkan Pasal 3 UNCLOS kedua negara mempunyai hak atas lebar laut teritorialnya sampai batas 12 mil diukur dari garis pangkal, apabila tidak saling tumpang tindih wilayah laut teritorialnya. Hak penerapan garis pangkal yang berbeda antara kedua negara. Perbedaannya adalah Indonesia sebagai negara kepulauan berhak menerapkan garis pangkal normal, garis pangkal lurus dari ujung ke ujung dan garis pangkal lurus kepulauan, sedangkan Timor Leste sebagai negara pantai tidak berhak menerapkan garis pangkal kepulauan melainkan hanya dapat menerapkan garis pangkal normal dan garis pangkal lurus. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis dan menjelaskan Perjanjian yang mendesak antara Indonesia dan Timor Leste segera membuat perjanjian batas laut antara kedua Negara.</p>2024-11-30T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Gloria Justitia