PEMAKNAAN RELASI MODA VERBAL DAN MODA VISUAL PADA TEKS YANG DIANGGAP MENGANDUNG TINDAK PENCEMARAN NAMA BAIK DAN PENGUJARAN KEBENCIAN
Keywords:
Multimodalitas, semiotika sosial, semiotika multimodal, interdependensi, linguistik forensikAbstract
Kasus pemidanaan terhadap tuturan yang dianggap mencemarkan nama baik dan mengujarkan kebencian melalui media elektronik meningkat dari tahun ke tahun. Kebanyakan kasus di atas menyangkut teks verbal atau hanya tulisan, tanpa foto atau materi visual. Pada perkembangannya, UU ITE Pasal 27 juga beberapa kali dijadikan landasan untuk melaporkan orang yang dianggap melakukan kejahatan berbahasa dengan menggunakan tulisan dan foto. Terus bertambahnya jumlah pemidanaan dengan tuduhan pencemaran nama baik memunculkan sejumlah kritik terhadap penerapan UU ITE, terutama Pasal 27 ayat 3, hingga disebut sebagai “pasal karet”. Sebagai respons atas kondisi tersebut, diperlukan suatu penelitian yang dapat membantu upaya pemeriksaan data kebahasaan secara akademis dalam bidang linguistik. Artikel ini mengulas data kebahasaan yang dijadikan alat bukti tindak ujaran penghinaan dan ujaran kebencian berdasarkan KUHP dan UU ITE. Data berupa paduan moda verbal (kata atau kalimat) dan moda visual (foto atau gambar) yang diperkarakan mencemarkan nama baik sekaligus mengandung ujaran kebencian. Terdapat empat data yang dibahas pada artikel ini. Pada setiap ujaran, moda verbal dan moda visual dianalisis masing-masing, kemudian dipetakan berdasarkan interdependensinya, yakni interdependent atau dependent, untuk menunjukkan sifat ketergantungannya terhadap moda lain untuk dapat disebut sebagai ujaran penghinaan atau kebencian. Analisis dilakukan dengan menggunakan perspektif semiotika sosial Halliday dan semiotika multimodal Kress dan Leeuwen. Hasilnya, keempat moda verbal data bersifat dependen (atau tergantung moda visual) untuk disebut ujaran penghinaan. Namun, salah satunya bersifat independen jika disebut ujaran kebencian. Satu moda visual data bersifat independen, tiga moda visual data bersifat dependen; dan keempat data berpotensi dianggap sebagai ujaran penghinaan atau kebencian. Artikel ini diharapkan dapat menjadi pemicu adanya penelitian yang lebih menyeluruh yang dapat dijadikan salah satu contoh analisis data kebahasaan yang dijadikan alat bukti tindak ujaran penghinaan atau kebencian