KETAKUTAN DALAM IMAN: ANALISIS SEMIOTIKA PEIRCE PADA FILM HOROR-RELIGI

Authors

  • Namira Choirani Fajri Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

DOI:

https://doi.org/10.25170/kolita.v23i23.7164

Keywords:

film, horor-religi, semiotika Peirce, Thaghut, Munkar

Abstract

Film horor-religi Indonesia mengalami pergeseran, dari sekadar tontonan mistis menuju wacana kompleks yang mengaburkan batas antara iman dan ketakutan. Pada masa awal reformasi, film horor Indonesia cenderung menampilkan tokoh religius sebagai sosok yang lemah dan kalah, tetapi saat ini muncul arus baru yang mengangkat kembali peran tokoh religius dalam subgenre horor-religi. Adanya arus baru ini seolah mengafirmasi agenda Orde Baru yang memfokuskan film horor bermuatan ketakwaan. Namun, di balik narasi heroik tersebut, tersembunyi operasi dekonstruktif terhadap tanda religius yang selama ini diasosiasikan dengan kesakralan dan keselamatan. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah secara kritis makna tanda yang berbentuk ikon, indeks, dan simbol religius dalam film horor-religi. Melalui identifikasi tersebut pemertahanan, pergeseran, atau perubahan makna dalam tanda yang bernilai spiritual dapat diketahui. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menganalisis isi konten menggunakan pendekatan semiotika Charles Sanders Peirce. Data dan sumber data berfokus pada dua film horor-religi yang dirilis pada tahun 2024, Thaghut dan Munkar, yang meskipun bukan pemuncak box office, tetapi menyajikan latar pesantren dan elemen ke-Islaman yang kental. Dua film ini merupakan representasi dari tren terbaru dalam genre ini. Hasil analisis menunjukkan bahwa ikon-ikon religius seperti musala dan pesantren mengalami transformasi menjadi ruang ketakutan; indeks seperti suara azan, bacaan salat, dan sapaan Assalamualaikum diposisikan sebagai pemicu gangguan gaib; dan simbol seperti tasbih, arah  , serta ayat suci Al-Qur'an tidak lagi hadir sebagai jaminan keselamatan, melainkan justru sumber potensi ancaman. Bahkan, kekuatan spiritual dalam film lebih banyak dimediasi oleh mekanisme duniawi seperti ilmu hitam. Temuan ini memperlihatkan adanya ambiguitas dalam representasi religius: film horor-religi tidak lagi sekadar menakut-nakuti penonton dengan hantu, tetapi turut membentuk ulang imajinasi kolektif tentang iman, kematian, dan kekuatan adikodrati. Kesimpulan dari studi ini menegaskan bahwa film horor-religi Indonesia menjadi arena kontestasi makna keagamaan, yaitu tempat tanda-tanda yang semula sakral tidak luput dari proses pergeseran dan komodifikasi

Downloads

Published

2025-09-18