KUALITAS TERJEMAHAN TAKARIR FILM BERLIN, BERLIN: LOLLE ON THE RUN

Authors

  • Leli Dwirika Universitas Indonesia

DOI:

https://doi.org/10.25170/kolita.22.5976

Keywords:

kualitas terjemahan, takarir, keakuratan, keberterimaan, keterbacaan

Abstract

Dalam menerjemahkan takarir sebuah film diperlukan strategi penerjemahan teks audiovisual yang baik. Salah satu praktik penerjemahan audiovisual dari bahasa lisan ke dalam bahasa tertulis dalam film menurut Gottlieb (1992) disebut subtitling. Hasil dari subtitling disebut subtitle (takarir) yang merupakan sebaris teks yang biasa muncul pada bagian bawah layar film (Luyken, G.T., et al. (1991)). Subtitling memiliki aturan-aturan tersendiri agar hasil terjemahan singkat, jelas, padat, dan berterima, karena keterbatasan karakter dalam telop. Dalam proses penerjemahan, biasanya penerjemah menghadapi berbagai macam tantangan. Penerjemah harus memperhatikan tidak hanya sistem dan struktur bahasa yang berbeda antara bahasa sumber (BSu) dan bahasa sasaran (BSa), melainkan juga unsur budaya yang muncul dalam dialog-dialognya. Takarir ditulis dan disesuaikan dengan dialog dalam bahasa sumber secara kronologis, dengan tujuan agar isi dan pesan dapat dikomunikasikan kepada penonton. Untuk menilai apakah kualitas terjemahan takarir baik atau tidak diperlukan analisis keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan berdasarkan teori dari House (2015) dan Nababan, dkk (2012). Dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan model analisis kontrastif, dalam penelitian ini takarir film Berlin, Berlin: Lolle on The Run dari bahasa Jerman ke dalam bahasa Indonesia dianalisis kualitas terjemahannya. Bagaimana keakuratannya, sejauh mana pesan dalam teks sumber (Tsu) dapat tersampaikan dalam teks sasaran (TSa) kepada penonton; Bagaimana keberterimaannya, sejauh mana pesan yang disampaikan dalam TSa dapat dipahami, dan apakah pesan yang ditangkap oleh penonton sama dengan pesan dalam TSu; Bagaimana keterbacaannya, sejauh mana pesan yang disampaikan, apakah wajar dan lazim, sehingga penonton dapat merasa bahwa takarir yang dibacanya adalah teks yang wajar. Data dianalis secara kontrastif antara TSu bahasa Jerman dan TSa bahasa Indonesia. Hasil analisis dibahas secara deskriptif. Tahapan penelitian terpenting adalah mengeksplorasi bagaimana menjaga konsistensi berdasarkan istilah keakuratan dan keberterimaan, serta menjelaskan pentingnya praktik lintas bahasa dalam proses penerjemahan. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan takarir film tersebut. Berdasarkan hasil analisis penilaian kualitas terjemahan takarir film ini yang secara keseluruhan terdiri dari 1082 telop, terdapat hasil terjemahan takarir dialog yang sudah dapat dinilai sebagai akurat, kurang akurat, dan tidak akurat. Dari aspek keberterimaan, ada yang berterima, kurang berterima, dan tidak berterima. Sedangkan dari aspek keterbacaan, ada yang tinggi, sedang, dan rendah. Dapat dikatakan akurat, karena takarir dapat dipahami dengan baik, takarir TSu dan TSa sudah sepadan, karena antara isi atau pesan antar keduanya mempunyai kesamaan. Makna atau pesan TSa juga sama dengan teks bahasa sumbernya. Sedangkan yang kurang atau tidak akurat disebabkan karena ada usaha-usaha untuk mengurangi atau menambahi atau menginterpretasikan secara bebas isi atau pesan TSu dalam TSa yang seharusnya dapat dihindari. Usaha-usaha pengurangan atau penambahan menimbulkan akibat ketidakpahaman pada pembaca sasaran takarir terjemahan. Dari hasil analisis korpus data penerjemahan takarir dinilai tidak atau kurang akurat karena berbagai alasan.  Hasil terjemahan takarir tidak dan kurang akurat dalam bentuk, kata, frasa, klausa atau kalimat, karena kesalahan dalam menerjemahkan isi atau pesan teks sumber sehingga menimbulkan ketidakpahaman mencerna isi atau pesan dalam takarir dan pesan tidak tersampaikan kepada pembaca. Selain itu, emosi atau pesan yang terkandung dalam film tidak dapat tersampaikan. Secara otomatis tingkat keberterimaan oleh pembaca/penonton tidak atau kurang berterima dan tingkat keterbacaannya rendah. Takarir tidak wajar atau alamiah, tidak lazim dan tidak familiar. Dalam penerjemahan takarir ini terdapat pengalihan kata, frasa, klausa, dan kalimat yang tidak lazim atau familiar bagi pembaca sasaran. Dalam menerjemahkan ungkapan-ungkapan tertentu, unsur budaya dari kedua TSu dan TSa kurang diperhatikan. Peran penerjemah dalam hal ini untuk mencari padanan yang wajar dan sesuai dengan norma dan budaya pembaca sasaran sangat penting agar pembaca atau penonton dapat memahami isi dan pesan teks dengan baik. Selain itu, gaya bahasa dan struktur kalimat yang kurang tepat dan lazim digunakan dalam bahasa percakapan dalam bahasa Indonesia sebagai bahasa sasaran juga perlu diperhatikan karena sangat mempengaruhi dalam aspek keberterimaan dan dari tingkat keterbacaannya teks takarir suatu terjemahan dapat dengan mudah dapat dibaca dan dipahami.

Downloads

Published

2024-09-28
Abstract views: 61 | PDF downloads: 42