PERGESERAN BAHASA MADURA YANG DISEBARKAN OLEH TKI MALAYSIA YANG PULANG KAMPUNG
DOI:
https://doi.org/10.25170/kolita.v23i23.7151Kata Kunci:
Pergeseran Bahasa, Bahasa Madura, TKI, Bahasa Melayu, Revitalisasi BahasaAbstrak
Bahasa mengalami perubahan seiring dengan perkembangan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat. Salah satu fenomena yang umum terjadi adalah pergeseran bahasa, di mana suatu komunitas penutur mulai meninggalkan bahasa asli mereka dan lebih banyak menggunakan bahasa lain. Penelitian ini membahas pergeseran bahasa Madura yang terjadi di kalangan tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Madura yang bekerja di Malaysia dan kembali ke kampung halaman mereka. Mobilitas tenaga kerja yang tinggi serta interaksi intensif dengan bahasa Melayu dan bahasa Indonesia selama bertahun-tahun menyebabkan perubahan dalam pola komunikasi mereka, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap komunitas lokal di Madura. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam dan observasi partisipatif. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 15 orang, seluruhnya berasal dari beberapa desa di wilayah Pamekasan yang dikenal sebagai kantong utama TKI, seperti daerah Larangan, Palengaan, dan Batumarmar. Responden dipilih secara purposif, yaitu TKI yang telah bekerja di Malaysia selama minimal lima tahun dan telah kembali ke Pamekasan setidaknya selama satu tahun. Observasi dilakukan pada berbagai ranah komunikasi, terutama dalam interaksi keluarga, lingkungan sosial, serta aktivitas publik seperti di pasar dan tempat ibadah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para TKI yang kembali dari Malaysia sering kali mengalami perubahan dalam cara mereka berkomunikasi. Mereka lebih sering menggunakan bahasa Melayu atau bahasa Indonesia dibandingkan bahasa Madura dalam percakapan sehari-hari. Pergeseran ini dipengaruhi oleh kebiasaan bahasa selama bekerja di Malaysia, keinginan agar komunikasi lebih mudah dipahami oleh semua pihak, dan persepsi bahwa bahasa Melayu atau Indonesia memiliki nilai prestise lebih tinggi dibandingkan bahasa Madura. Selain itu, anak-anak para TKI yang tumbuh dalam lingkungan yang terpengaruh bahasa Melayu dan Indonesia menunjukkan tingkat kefasihan berbahasa Madura yang rendah. Beberapa bahkan tidak mampu menggunakan bahasa Madura secara aktif karena lebih terbiasa berkomunikasi dalam bahasa Indonesia atau campuran. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan berkurangnya penutur bahasa Madura secara signifikan di masa depan jika tidak ada upaya revitalisasi.