Tinjauan Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Abortus Provocatus pada Korban Pemerkosaan

Authors

  • Sabungan Sibarani Fakultas Hukum Universitas Borobudur

DOI:

https://doi.org/10.25170/paradigma.v1i02.1724

Keywords:

Abortus provocatus , Pemerkosaan , Korban , Aborsi.

Abstract

Tindak pidana aborsi adalah suatu kejahatan yang menghilangkan nyawa seseorang alam bentuk janin. Ketentuan tersebut juga diatur dalam Pasal 299, 346, 347, 348 serta 349 KUHP. Dalam kasus perkosaan biasanya kehamilan yang terjadi itu tidak diinginkan oleh korban perkosaan. Hal ini sangat menjadi ironis karena kehadiran seorang bayi dianggap menjadi suatu beban bagi keluarga korban serta aib yang memalukan bila diketahui masyarakat. Penderitaan korban perkosaan tidak berakhir disitu saja, melainkan korban menderita secara fisik, psikologis/mental maupun sosial. Abortus provocatus dalam kasus perkosaan tidak diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan. Dalam hukum pidana, tidak dibenarkan alasan apapun, atau siapapun untuk melakukan abortus provocatus. Sampai saat ini permasalahan abortus provocatus bagi korban perkosaan menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat. Bagi yang pro berpendapat bahwa abortus provocatus bagi korban perkosaan membuatnya sangat menderita dan menanggung beban yang sangat berat, sedangkan yang kontra berasumsi sebatas bahwa aborsi yang dilakukan melanggar hak asasi untuk hidup, tanpa memperhatikan perasaan dan penderitaan yang dialami korban perkosaan tersebut.

Author Biography

Sabungan Sibarani, Fakultas Hukum Universitas Borobudur

Tindak pidana aborsi adalah suatu kejahatan yang menghilangkan nyawa seseorang alam bentuk janin. Ketentuan tersebut juga diatur dalam Pasal 299, 346, 347, 348 serta 349 KUHP. Dalam kasus perkosaan biasanya kehamilan yang terjadi itu tidak diinginkan oleh korban perkosaan. Hal ini sangat menjadi ironis karena kehadiran seorang bayi dianggap menjadi suatu beban bagi keluarga korban serta aib yang memalukan bila diketahui masyarakat. Penderitaan korban perkosaan tidak berakhir disitu saja, melainkan korban menderita secara fisik, psikologis/mental maupun sosial. Abortus provocatus dalam kasus perkosaan tidak diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan. Dalam hukum pidana, tidak dibenarkan alasan apapun, atau siapapun untuk melakukan abortus provocatus. Sampai saat ini permasalahan abortus provocatus bagi korban perkosaan menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat. Bagi yang pro berpendapat bahwa abortus provocatus bagi korban perkosaan membuatnya sangat menderita dan menanggung beban yang sangat berat,
sedangkan yang kontra berasumsi sebatas bahwa aborsi yang dilakukan melanggar hak asasi untuk hidup, tanpa memperhatikan perasaan dan penderitaan yang dialami korban perkosaan tersebut.

References

Majalah Kartini, Fatwa Baru Majelis Ulama Indonesia : Asal Belum Hamil 40 Hari Boleh Aborsi Bagi Korban Perkosaan, No. 2141, 9-23 Juni 2016.
Media Indonesia, Disampaikan Dalam Seminar Nasional Berjudul “Aborsi Sebuah Solusi “, di Gedung Perpustakaan Nasional, 27 Agustus 2016.
Medika-Edisi 10/XXIV - Oktober 2015, Bila Mereka Memilih Aborsi.
Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta: Bumi Aksara, 2006
Prawirohardjo, Sarwono, Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta : PT. Bina Pustaka, 2010.
Prosiding Seminar : Insiden dan Aspek PsikoSosial Aborsi di Indonesia, Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia, Jakarta, 6 Agustus 2016.
Indonesia, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063.

Downloads

Published

2016-08-31
Abstract views: 139 | PDF downloads: 146