ASPEK PERLINDUNGAN TERKAIT KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI (KIPI) DAN PERAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) DALAM PROGRAM VAKSIANSI COVID-19 DITINJUA DARI PERATURAN YANG BERLAKU DI INDONESIA

Authors

  • Julianita Julianita Unika Atma Jaya
  • Bernadetta Tjandra Wulandari Unika AtmaJaya

DOI:

https://doi.org/10.25170/gloriajustitia.v2i1.3270

Keywords:

Imunisasi, Konsumen, Program, Vaksinasi, COVID-19.

Abstract

World Health Organization (WHO) menyatakan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) bergejala dari flu ringan hingga infeksi pernafasan yang berat seperti MERS-COV dan SARS-Cov. Dalam penanggulangan pandemi COVID-19 pemerintah tidak hanya melaksanakan dari sisi penerapan protokol kesehatan, namun juga melaksanakan program vaksinasi. Dalam penulisan ini terdapat dua permasalahan yang yaitu, bagaimana perlindungan hukum terhadap penerima vaksin dikaitkan dengan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) pemberian vaksin COVID-19 dan bagaimana peran Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam program vaksinasi COVID-19 ditinjau dari peraturan yang berlaku. Metode penelitian ini adalah yuridis normatif. Program vaksinasi COVID-19 tidak luput dari KIPI yang berbeda-beda setiap individunya. Apabila terjadi kasus KIPI serius yang mengakibatkan kecacatan atau bahkan kematian, pemerintah akan memberikan kompensasi sebagaimana pada Pasal 15B Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) jo Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Salah satu pihak yang berperan dalam program vaksinasi adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang berwenang untuk menerbitkan izin edar darurat atau Emergency Use Authorization (EUA), dan berkewajiban untuk mengawasi produksi dan distribusi melalui tahapan pre market dan post market guna menjaga mutu dan stabilitas vaksin COVID-19. Namun apabila dalam peredarannya vaksin COVID-19 menimbulkan KIPI serius maka BPOM memiliki kewenangan untuk melakukan penilaian kembali dan mencabut EUA serta menarik vaksin dari peredaran.

World Health Organization (WHO) menyatakan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) bergejala dari flu ringan hingga infeksi pernafasan yang berat seperti MERS-COV dan SARS-Cov. Dalam penanggulangan pandemi COVID-19 pemerintah tidak hanya melaksanakan dari sisi penerapan protokol kesehatan, namun juga melaksanakan program vaksinasi. Dalam penulisan ini terdapat dua permasalahan yang yaitu, bagaimana perlindungan hukum terhadap penerima vaksin dikaitkan dengan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) pemberian vaksin COVID-19 dan bagaimana peran Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam program vaksinasi COVID-19 ditinjau dari peraturan yang berlaku. Metode penelitian ini adalah yuridis normatif. Program vaksinasi COVID-19 tidak luput dari KIPI yang berbeda-beda setiap individunya. Apabila terjadi kasus KIPI serius yang mengakibatkan kecacatan atau bahkan kematian, pemerintah akan memberikan kompensasi sebagaimana pada Pasal 15B Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) jo Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Salah satu pihak yang berperan dalam program vaksinasi adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang berwenang untuk menerbitkan izin edar darurat atau Emergency Use Authorization (EUA), dan berkewajiban untuk mengawasi produksi dan distribusi melalui tahapan pre market dan post market guna menjaga mutu dan stabilitas vaksin COVID-19. Namun apabila dalam peredarannya vaksin COVID-19 menimbulkan KIPI serius maka BPOM memiliki kewenangan untuk melakukan penilaian kembali dan mencabut EUA serta menarik vaksin dari peredaran.

World Health Organization (WHO) menyatakan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) bergejala dari flu ringan hingga infeksi pernafasan yang berat seperti MERS-COV dan SARS-Cov. Dalam penanggulangan pandemi COVID-19 pemerintah tidak hanya melaksanakan dari sisi penerapan protokol kesehatan, namun juga melaksanakan program vaksinasi. Dalam penulisan ini terdapat dua permasalahan yang yaitu, bagaimana perlindungan hukum terhadap penerima vaksin dikaitkan dengan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) pemberian vaksin COVID-19 dan bagaimana peran Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam program vaksinasi COVID-19 ditinjau dari peraturan yang berlaku. Metode penelitian ini adalah yuridis normatif. Program vaksinasi COVID-19 tidak luput dari KIPI yang berbeda-beda setiap individunya. Apabila terjadi kasus KIPI serius yang mengakibatkan kecacatan atau bahkan kematian, pemerintah akan memberikan kompensasi sebagaimana pada Pasal 15B Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) jo Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Salah satu pihak yang berperan dalam program vaksinasi adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang berwenang untuk menerbitkan izin edar darurat atau Emergency Use Authorization (EUA), dan berkewajiban untuk mengawasi produksi dan distribusi melalui tahapan pre market dan post market guna menjaga mutu dan stabilitas vaksin COVID-19. Namun apabila dalam peredarannya vaksin COVID-19 menimbulkan KIPI serius maka BPOM memiliki kewenangan untuk melakukan penilaian kembali dan mencabut EUA serta menarik vaksin dari peredaran.

World Health Organization (WHO) menyatakan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) bergejala dari flu ringan hingga infeksi pernafasan yang berat seperti MERS-COV dan SARS-Cov. Dalam penanggulangan pandemi COVID-19 pemerintah tidak hanya melaksanakan dari sisi penerapan protokol kesehatan, namun juga melaksanakan program vaksinasi. Dalam penulisan ini terdapat dua permasalahan yang yaitu, bagaimana perlindungan hukum terhadap penerima vaksin dikaitkan dengan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) pemberian vaksin COVID-19 dan bagaimana peran Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam program vaksinasi COVID-19 ditinjau dari peraturan yang berlaku. Metode penelitian ini adalah yuridis normatif. Program vaksinasi COVID-19 tidak luput dari KIPI yang berbeda-beda setiap individunya. Apabila terjadi kasus KIPI serius yang mengakibatkan kecacatan atau bahkan kematian, pemerintah akan memberikan kompensasi sebagaimana pada Pasal 15B Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) jo Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Salah satu pihak yang berperan dalam program vaksinasi adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang berwenang untuk menerbitkan izin edar darurat atau Emergency Use Authorization (EUA), dan berkewajiban untuk mengawasi produksi dan distribusi melalui tahapan pre market dan post market guna menjaga mutu dan stabilitas vaksin COVID-19. Namun apabila dalam peredarannya vaksin COVID-19 menimbulkan KIPI serius maka BPOM memiliki kewenangan untuk melakukan penilaian kembali dan mencabut EUA serta menarik vaksin dari peredaran.

World Health Organization (WHO) menyatakan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) bergejala dari flu ringan hingga infeksi pernafasan yang berat seperti MERS-COV dan SARS-Cov. Dalam penanggulangan pandemi COVID-19 pemerintah tidak hanya melaksanakan dari sisi penerapan protokol kesehatan, namun juga melaksanakan program vaksinasi. Dalam penulisan ini terdapat dua permasalahan yang yaitu, bagaimana perlindungan hukum terhadap penerima vaksin dikaitkan dengan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) pemberian vaksin COVID-19 dan bagaimana peran Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam program vaksinasi COVID-19 ditinjau dari peraturan yang berlaku. Metode penelitian ini adalah yuridis normatif. Program vaksinasi COVID-19 tidak luput dari KIPI yang berbeda-beda setiap individunya. Apabila terjadi kasus KIPI serius yang mengakibatkan kecacatan atau bahkan kematian, pemerintah akan memberikan kompensasi sebagaimana pada Pasal 15B Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) jo Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Salah satu pihak yang berperan dalam program vaksinasi adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang berwenang untuk menerbitkan izin edar darurat atau Emergency Use Authorization (EUA), dan berkewajiban untuk mengawasi produksi dan distribusi melalui tahapan pre market dan post market guna menjaga mutu dan stabilitas vaksin COVID-19. Namun apabila dalam peredarannya vaksin COVID-19 menimbulkan KIPI serius maka BPOM memiliki kewenangan untuk melakukan penilaian kembali dan mencabut EUA serta menarik vaksin dari peredaran.

Published

2022-06-10
Abstract views: 123 | PDF downloads: 180